Send As SMS

Saturday, January 14, 2006

lately i've been listing to this-not-so-old song. guilty pleasure indeed. hehehe...

Once we were lovers
Just lovers we were
Oh what a lie
Once we were dreamers
Just dreamers we were
Both you and I
Now I see you're just somebody
Who wastes all my time and money
What a lie
You and I

What about your
Your ten thousand promises
That you gave to me
Your ten thousand promises
That you promised me
Once I could handle the truth
When the truth was you and I


But time after time all the promises
Turned out to be all lies
Now...
Now I see I'm just somebody
Who wasted my time and money
What a lie (what a lie)
You and I (you and I)

What about your
Your ten thousand promises
That you gave to me
Your ten thousand promises
That you promised me

You say I'll take you back
But I closed the door
Cuz I don't want
Ten thousand more
Ten thousand promises yeah
Ten thousand promises you gave to me

What about your
Your ten thousand promises
That you gave to me
Your ten thousand promises
That you promised me
Once we were lovers
Just lovers we were
Oh, you and I
What a lie


(BSB-10000 promises)

rahasia

"aku bahkan bisa membayangkan diriku tertawa di pemakaman ibuku."

kalimatnya yang tiba-tiba membuatku terkejut. aku menatap wajahnya berusaha mencari kesungguhan kata-katanya. namun, ia diam saja dan seolah tak menggubris tatapanku, ia menaruh cangkir tehnya ke meja, menghempaskan punggungnya ke sofa dan menerawang.

hari menjelang senja. ia melemparkan pandangan ke arah taman bergaya Jepang. pipinya memerah menahan gejolak, apapun itu, di dadanya. hdungnya yang mancung sempurna mendengus berkali-kali. matanya...ah mata itu. rasanya mata itu makin indah saja meski kegundahan dan kecewa berkelebatan di dalamnya. sungguh ia makin terlihat cantik dengan langit yang kemerahan sebagai latar belakang.

"aku akan pergi besok pagi,"
"kemana?"
duhai, cantik, mengapa kau tak iznkan aku mengagumi matamu lebih lama? mengapa lagi-lagi kau beri aku kalimat yang mengejutkan?

seperti sengaja ia tak langsung menjawabku. ia menatapku. aku menatapnya. angin senja menggoda rambutnya yang keriting. lambai gerai seolah merayuku untuk menempelkan hidungku padanya. menggilai harumnya. tersesat.

"ke Kupang. sebuah LSM menawarkan untuk membantu guru bahasa Indonesia untuk SD di sebuah desa tertinggal selama enam bulan. gajinya tidak seberapa, tetapi paling tidak aku bisa lari dari masalah ini sebentar,"

ia menggigit bibir bawahnya yang merah alami. duhai, dewi, bolehkah aku menempelkan bibirku pada bibirmu? melumerkan rasa ini pada jiwamu?

"aku pasti akan merindukanmu di Kupang. merindukan sore dengan secangkir teh bersamamu,"

ah, cukilan pelangi, andai kau tahu tanpa kau pergi ke Kupang pun aku selalu merindukanmu. merindukan tubuhmu berbaring di sebelahku tiap malam-malam. berharap dapat lebih menyentuhmu dari genggaman tangan, ciuman di pipi yang sekilas.

"sudahlah. tampaknya aku harus pulang. kalau terus-terusan disini aku akan makin sentimentil dan mulai meraung-raung. hahaha. kau tentu tak mau, 'kan?"

tentu saja aku tak akan keberatan, sayangku. bukankah pada saat itu aku punya alasan untuk memelukmu?

"baiklah aku permisi dulu. terima kasih untuk sore yang selalu menyenangkan. aku betul-betul akan merindukan semuanya. salamku untuk suamimu."

ia memelukku. tersenyum dan melambai. nyanyian malam, tinggallah sebentar lagi...

Wednesday, January 11, 2006

(but I don't want to go)

what am I doing here?
how did I get here?